HUKUM ISLAM DALAM PENGGUNAAN OBAT-OBATAN
Pembahasan aspek hukum islam dalam penggunaan obat-obatan menjadi hal yang penting. Ajaran islam mengandung aspek yang sangat luas diantaranya hukum berobat, profesi thabib (dokter), kesehatan dan obat-obatan. Profesi thabib mencakup bidang kesehatan secara umum seperti kedokteran dan tukang obat.
HUKUM BEROBAT
Diriwayatkan dari Usamah, ia berkata: Seorang Arab badui berkata “ya Rasululah, tidakkah kita berobat?” Rasulullah SAW menjawab “Wahai hamba-hamba Allah berobatlah. Sesungguhnya Allah tidak menciptakan penyakit tanpa menciptakan obatnya, kecuali satu penyakit yaitu tua”.
MENGGUNAKAN OBAT YANG HALAL
Obat adalah bahan yang digunakan untuk mengurangi, menghilankan penyakit, atau menyembuhkan seseorang dari penyakit. Selain menyuruh berobat Rasulullah SAW juga menyuruh menggunakan obat yang halal dan melarang menggunakan obat yang haram.
Diriwayatkan dari Abu Ad Darda ia berkata: Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhmya Allah Ta’ala tidak menciptakan penyakit melainkan dengan obatnya, Karena itu hendaklah kamu berobat dan jangan berobat dengan yang haram”.
STANDAR OBAT YANG HALAL
Kehalalan obat tergantung pada: sifat bahannya, pengaruh makanan pada bahan-bahannya, proses pembuatannya dan pengaruh pada penggunanya. Sifat bahan obat meliputi bahan aktif obat dan bahan farmaseutik. Sumber bahan aktif obat, baik obat dalam maupun obat luar berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hewan.
Pembuatan obat (produk farmasi), baik obat dalam maupun obat luar, disamping bahan aktif obatnya, dapat pula mengalami penambahan bahan lain. Jika bahan-bahannya berasal dari lemak atau minyak hewan, tentu perlu kajian tentang hewannya halal atau haram dikonsumsi dan pemeriksaan proses penyembelihannya. Jadi apapun bahannya tentu perlu kehalalannya dengan teliti, demi memberikan ketenangan kepada masyarakat muslim sebagai konsumen.
OBAT-OBATAN DARI TUMBUHAN
Islam melarang menggunakan tumbuh-tumbuhan yang merusak akal untuk dijadikan obat-obatan, karena menghambat dzikir kepada Allah Swt. Ada tiga jenis tumbuha-tumbuhan terlarang yang disebut-sebut dalam buku-buku fiqh, yaitu : hasyisy, opium dan kat. Untuk mengetahui pandangan islam tentang tiga tumbuh-tumbuhan tersebut, cukup dengan mempelajari pandangan islam tentang hasyisy, kemudian mengembangkan kepada tumbuh-tumbuhan lain.
Para ahli fiqh, baik dari mahzab Hanafi, Maliki, Syafii dan Hambali, sepakat mengenai keharaman hasyisy, karena merusak akal, mengahambat dzikir kepada Allah Swt dan mengandung unsure-unsur racun yang berpengaruh pada syaraf.
Ibnu At-Taaimiyyah mengatakan “Seluruh ulama kaum muslimin sepakat mengatakan hasyisy adalah haram. Orang islam yang menghalalkannya dituntut untuk berotobat. Jika tidak mau berotobat dia dijatuhi hukuman mati sebagai murtad”.
Allah SWT. Berfirman: yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamer, berjudi, (berkorban) untuk berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatanmu itu agar kamu mendapat keberuntungan”. Sesungguhnya setan itu bermaksudmenimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu lantaran meminum khamer dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat, maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)”. (Q.S. Al-Maidah (5) 90-91).
Ayat ini melarang mengkonsumsi khamer karena menghalangi mengingat Allah dan shalat. Jika demikian hokum mengkonsumsi khamer, maka demikian pula hokum mengkonsumsi hasyisy, opium dan kat. Jadi hokum yang berlaku pada khamer tersebut dikembangkan kepada tumbuh-tumbuhan lain yang sama.
OBAT-OBATAN DARI HEWAN
Pembuatan obat yang halal dari hewan hendaklah dari hewan yang halal dikonsumsi. Untuk mengetahui hewan yang halal dikonsumsi perlu mempelajari pembahasan tentang hewan dalam fiqh islam.
Allah SWT. Berfirman: yang artinya “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut nama selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Al-Baqarah: 173).
Obat Halal Yang Susah Didapat Di Indonesia
Dunia obat-obatan berkembang sedemikian pesat, mengikuti kualitas dan kuantitas penyakit yang tak kalah cepatnya berkembang. Aspek kehalalan kembali menjadi korban penelitian farmasi yang telah memanfaatkan apa saja, asalkan bisa memberikan kesembuhan. Termasuk penggunaan bahan dari babi, organ manusia, dan bahan haram lainnya. Pengkajian mengenai kehalalan obat ini banyak mengalami kesulitan dan hambatan, terutama berkaitan dengan minimnya informasi yang bisa diakses masyarakat umum. Pada obat-obatan yang beredar melalui resep dokter sangat sulit ditelusuri kandungan dan komposisi bahannya, karena akses yang didapatkannya juga sangat terbatas.
Definisi obat menurut Permenkes No.1010/Menkes/Per/XI/2008 adalah obat jadi yang merupakan sediaan atau paduan bahan – bahan termasuk produk biologi dan kontrasepsi yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan peningkatan kesehatan. Sedangkan yang dapat menjadi titik kritis dari segi kehalalannya pada obat adalah penggunaan beberapa bahan yang digunakan sebagai bahan tambahan pada produk ataupun proses pembuatannya yang dapat bersumber dari bahan haram. Seperti misalnya penggunaan gelatin untuk cangkang kapsul atau coating vitamin yang dapat terbuat dari babi ataupun sapi, alkohol untuk pelarut obat-obatan (tetapi apabila kandungan alkohol dalam obat tersebut < 0,5% masih ditolerir oleh bagian fatwa MUI) serta penggunaan bagian tubuh/sel dari binatang untuk proses pembuatan vaksin termasuk sebagai media pertumbuhan vaksin.
Menurut Departemen Kesehatan sendiri sampai saat ini memang belum ada ketentuan pencantuman label halal pada produk obat di Indonesia, persyaratan yang ditetapkan kepada produk obat lebih kepada persayaratan mutu dan keamanan. Tetapi menurut Dra. Sri Indrawaty Apt, M.Kes dari Bina Kefarmasian dan Alkes Departemen Kesehatan menyebutkan bahwa untuk obat-obatan yang mempunyai indikasi penggunaan bahan non halal dalam proses pembuatan ataupun pada produk akhirnya akan ditanya asal-usul bahan tersebut dan dimintai sertifikat dari lembaga syariat setempat. Kemudian apabila ternyata produk obat tersebut memang mengandung bahan yang haram, maka harus dicantumkan dalam penandaannya untuk obat yang haram, seperti kotak berwarna merah dengan dasar putih serta tulisan “PADA PROSES PEMBUATANNYA BERSINGGUNGAN DENGAN BAHAN BERSUMBER BABI”
Menurut LPPOM MUI (Lembaga Pengkajian Pangan, Obat dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia) untuk menentukan halal tidaknya suatu produk bukan merupakan hal yang mudah. Hal ini karena untuk menentukan halal atau tidak bukan hanya berdasar dari asal bahan baku, bahan tambahan atau bahan penolong yang digunakan saja tetapi juga harus diketahui proses produksinya. Karena mungkin saja walaupun bahan bakunya halal tetapi ketika dalam proses pembuatannya tercampur/bersinggungan dengan bahan yang tidak suci atau haram maka hasil akhir produk yang dihasilkan pun akan menjadi tidak halal.
Walaupun demikian menurut KH. Ma’aruf Amin ada beberapa kondisi tertentu yang dapat membuat sesuatu yang wajib menjadi tidak wajib yaitu keadaan darurat (ad-dharurah). Kadaan darurat tersebut menimbulkan dispensasi mengenai bolehnya mengkonsumsi yang haram untuk pengobatan, karena yakin adanya bahaya yang mengancam/menimbulkan kematian bila tidak mengkonsumsi obat tersebut dan belum ada obat lain yang dapat menggantikan obat tersebut. Contoh kasusnya adalah penggunaan vaksin meningitis untuk orang yang akan pergi haji/umrah yang marak menjadi pemberitaan tahun lalu karena diyakini telah terkontaminasi dengan bahan dari babi. Untuk kasus tersebut MUI membolehkan penggunaan vaksin meningitis itu karena sampai saat ini masih belum ditemukan vaksin meningitis lain yang halal. Tetapi yang perlu diingat adalah bahwa keadaan darurat tersebut hanya bersifat sementara, dalam arti apabila telah ditemukan obat lain yang lebih halal maka harus diganti segera.
Insulin
Insulin merupakan hormon yang digunakan untuk mengatur gula tubuh. Penderita diabetes memerlukan hormon insulin dari luar guna mengembalikan kondisi gula tubuhnya menjadi normal kembali. Insulin ini dimasukkan dengan cara penyuntikan atau injeksi. Menurut Prof. Dr. Sugijanto dari Universitas Airlangga, sumber insulin ini bisa berasal dari kelenjar mamalia atau dari mikroorganisme hasil rekayasa genetika. Jika dari mamalia, insulin yang paling mirip dengan insulin manusia adalah dari babi.
Insulin manusia : C256H381N65O76S6 MW=5807,7
Insulin babi : C257H383N65O77S6 MW=5777,6
(hanya 1 asam amino berbeda)
Insulin sapi : C254H377N65O75S6 MW=5733,6
(ada 3 asam amino berbeda)
Di pasaran ada beberapa produsen yang mengeluarkan produk ini. Salah satu yang cukup terkenal adalah Mixtard yang diproduksi Novonordisk. Ada banyak tipe mixtard yang diproduksi, masing-masing dengan kode produk yang berbeda. Di dalamnya ada yang berasal dari manusia dengan perbanyakan melalui DNA recombinant dan proses mikroba serta berasal dari hewan (babi). Namun informasi mengenai kehalalannya sangat minim, sehingga dokterpun tidak mengetahui apakah ia bersumber dari babi atau bukan. Masalahnya, insulin dari DNA recombinant ini harganya lebih mahal dibandingkan yang berasal dari hewan.
Data dari International Diabetes Federation menyebutkan bahwa pada tahun 2003 insulin yang berasal dari manusia sebanyak 70%, disusul insulin babi sebanyak 17%, insulin sapi 8% dan sisanya 5% merupakan campuran antara babi dan sapi.
Heparin
Obat ini berfungsi sebagai anti koagulan atau anti penggumpalan pada darah. Banyak digunakan bagi penderita penyakit jantung untuk menghindari penyumbatan pada pembuluh darah. Ketika terjadi penyumbatan yang menyebabkan terhambatnya aliran darah ke otak, maka pasien akan mengalami stroke.
Obat jenis ini juga banyak di pasaran, hampir semuanya impor. Salah satu yang teridentifikasi berasal dari babi adalah Lovenox 4000 keluaran Aventis Pharma Specialities, Maisons-Alfort, Perancis dan diimpor oleh PT Aventis Pharma, Jakarta. Kandungan obat tersebut adalah heparin sodium yang bersumber dari babi. Hal ini diperkuat dengan registrasi Badan POM dengan nomor DKI0185600143A1 dan di dalam labelnya berisi keterangan – Bersumber Babi-.
Sayangnya tulisan itu sangat kecil dan berada di kemasan, bukan pada jarum suntik. Sehingga ketika kemasan itu telah dibuang, maka dokter dan pasien yang bersangkutan tidak akan mengenalinya lagi.
Kapsul
Sebenarnya cangkang kapsul merupakan bahan penolong yang digunakan untuk membungkus sediaan obat. Namun cangkang ini ikut ditelan dan masuk ke dalam tubuh kita. Bahan pembuat cangkang kapsul adalah gelatin. Gelatin ini bersumber dari tulang atau kulit hewan, bisa dari sapi, ikan atau babi.
Sebenarnya Badan POM telah menegaskan bahwa gelatin yang masuk ke Indonesia hanya yang berasal dari sapi. Masalahnya, gelatin sapi ini tidal lantas halal begitu saja. Perlu dikaji apakah sapi tersebut disembelih secara Islam ataukah tidak. Masalah inilah yang sampai saat ini masih sulit dipecahkan.
Selain itu ada pula obat yang diimpor sudah dalam bentuk kapsul. Misalnya untuk beberapa obat dan multi vitamin, yang kebanyakan dibungkus dalam kapsul lunak (soft capsule). Kapsul lunak ini banyak yang dibuat dari gelatin babi karena lebih bagus dan murah. Dari data yang ada, banyak obat-obatan impor yang berbentuk kapsul, baik keras maupun lunak. Misalnya saja Yunnan Baiyao yang diproduksi oleh Yunnan Baiyao Group Co. Ltd., Cina, dan diimpor oleh PT Saras Subur Ayoe. Selain itu juga multi vitamin, vitamin A dosis tinggi dan vitamin E yang dikemas dalam kapsul lunak.
Alkohol
Alkohol banyak digunakan sebagai pelarut untuk melarutkan bahan-bahan aktif. Obat batuk merupakan salah satu yang banyak menggunakan alkohol. Bahan ini sering dikonotasikan dengan minuman keras yang diharamkan dalam Islam. Oleh karena itu penggunaan alkohol dalam obat batuk masih mengundang kontroversi di tengah masyarakat.
Kecenderungan (trend) global penggunaan dan penyediaan pangan halal semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini bisa dilihat dari nilai transaksi perdagangan bisnis produk halal (termasuk perbankan syariah) yang mencapai rata-rata 632 milyar dollar per tahunnya selama satu dekade terakhir (Majalah Time, edisi 25 Mei 2009).
Hal yang seharusnya patut disyukuri oleh dunia Islam ini, ternyata hampir tidak menyentuh dunia farmasi yang menghasilkan obat dan vaksin. Padahal hukum mengkosumsi obat dan penggunaan vaksinbagi umat Islam, sama saja seperti halnya mengkosumsi produk pangan, yakni haruslah produk yang halal. Disamping pengetahuan yang terbatas, hal ini ditenggarai karena lemahnya kesadaran konsumen muslim untuk hanya mengkosumsi produk halal termasuk obat dan vaksin. Upaya penyadaran konsumen untuk peduli obat halal juga dilemahkan dengan pandangan bahwa penggunaan obat haram dibolehkan karena alasan darurat.
Pandangan yang harus diluruskan karena Nabi Muhammad SAW telah bersabda “Allah telah menurunkan penyakit dan obat, serta menjadikan obat bagi setiap penyakit; maka, berobatlah dan janganlah berobat dengan benda yang haram.” (HR. Abu Daud dari Abu Darda).”
Sebagai negara yang mayoritas penduduknya bergama Islam, memang harus ada upaya bersama yang sistematis untuk melindungi umat dari penggunaan obat yang tidak halal. Semua mata rantai yang terlibat, mulai dari produsen farmasi, apoteker, dokter, pemerintah, Majelis Ulama Indonesia, pebisnis obat dan vaksin, serta ilmuwan termasuk dunia perguruan tinggi harus duduk bersama dalam suatu forum untuk memberikan solusi atas permasalahan besar ini. Sehingga dalam forum ini bisa dihasilkan benang merah dan langkah-langkah strategis yang harus dikerjakan dalam memberikan pemecahan masalah yang tepat.
Tujuan lebih jauhnya adalah konsumen bisa menggunakan obat dengan hati yang tentram karena tidak was-was dengan status kehalalannya. Paling tidak, jikapun tidak ada obat yang halal, dokter atau apoteker yang merekomendasikan obat tersebut, menjelaskan kepada konsumen bahwa obat tersebut tidak halal. Selanjutnya, konsumen yang memutuskan penggunaan obat tersebut.
SUMBER
http://bleruangke.multiply.com/journal/item/827?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem
http://medicastore.com/berita/167/Obat_Halal_di_Indonesia.html
http://nbbajry.blog.com/2011/03/18/obat-yang-halal/
http://pojoksehat.wordpress.com/2009/12/16/romor-tentang-insulin-mana-yang-benar-mana-yang-salah/